Eksekusi Mary Jane Ditunda, Keluarga Kritik Presiden Filipina - MEDIA ONLINE

Hot

Saturday, May 2, 2015

Eksekusi Mary Jane Ditunda, Keluarga Kritik Presiden Filipina

Ibunda Mary Jane, Celia Veloso (tengah) mengkritik penanganan pemerintah Presiden Benigno Aquino dalam kasus putrinya pada Hari Buruh Internasional atau May Day di Manila, Filipina, Jumat (1/5/2015). (Reuters/Romeo Ranoco)

LAMPUNG ONLINE - Keluarga terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Veloso telah kembali ke Filipina sejak Jumat (1/5/2015) setelah mengetahui eksekusi Mary Jane ditunda. Namun, keluarga Mary Jane mengungkapkan kritik pedas terhadap langkah pemerintah Presiden Beningno Aquino III dalam menangani kasus putri mereka. 

Menjelang eksekusi mati, pemerintah Filipina menerbangkan ibu Mary Jane, Celia Veloso, ayahnya Cesar, putranya Mark Daniel dan Mark Darren, kedua saudara perempuannya Maritess dan Darling, serta suaminya Michael Candelaria ke Indonesia pekan lalu agar dapat bertemu Mary Jane untuk terakhir kalinya. 

Dilaporkan Inquirer, rombongan keluarga Mary Jane bertolak dari Jakarta dengan pesawat Philippine Airlines pukul 6 pagi, Jumat (1/5), bersama dengan pengacara mereka Edre Olalia, Connie Bragas-Regalado dan Pam Pangilinan dari organisasi Migrante International, dan dua perwakilan dari Departemen Luar Negeri Filipina. 

Setibanya di Filipina, rombongan keluarga langsung menggelar konferensi pers di kantor Migrante International di Kota Quezon. 

Dalam kesempatan tersebut, ibunda Mary Jane, Celia Veloso, menegaskan bahwa Presiden Aquino tidak berperan dalam penangguhan hukuman kepada putrinya yang terjadi pada menit-menint terakhir menjelang eksekusi, Rabu (29/4) dini hari. 

"Kami kembali ke rumah untuk membalas. Ini bukan tentang uang. Namun pemerintah telah menipu kami," kata wanita berusia 55 tahun tersebut sembari mengenakan kaos bertuliskan 'Save Mary Jane', seperti dilansir CNNIndonesia, Sabtu (2/5/2015). 

"Dia mengatakan kepada seluruh dunia bahwa dia membantu menyelamatkan hidup anak saya. Itu tidak benar. Bersiaplah, kami di sini untuk menagih janji Anda. Kami akan melawan Anda," kata Celia mengkritik pemerintahan Presiden Aquino. 

Adik Mary Jane, Marites memaparkan bahwa pemerintah gagal memberikan Mary Jane penerjemah yang mumpuni selama persidangan. Hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah Filipina tidak serius membantu proses hukum Mary Jane di Indonesia. 

"Jika pemerintah tidak lalai, saudara saya tidak akan berada dalam kesulitan," kata Marites.

Sementara, wakil juru bicara kepresidenan Filipina, Abigail Valte membantah tuduhan tersebut dengan menyebutkan bahwa Presiden Aquino telah meminta grasi untuk Mary Jane kepada mantan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2011 silam. 

Valte juga menyebutkan bahwa menjelang eksekusi, Presiden Aquino juga meminta grasi kepada Presiden RI Joko Widodo, dan meminta peninjauan kasus Mary Jane sebanyak dua kali. 

"Catatan tindakan presiden selama ini sangat jelas. Ini bukan siapa yang berperan. Yang terpenting, ini soal penangguhan eksekusi yang akhirnya didapat Mary Jane," kata Valte. 

Kepada Inquirer, Presiden Aquino sendiri menyatakan pihaknya telah berupaya sekuat mungkin untuk menyelamatkan Mary Jane, dan berupaya untuk membantu Mary Jane dan keluarganya. 

"Kami melakukan semua yang kami bisa. Kami tidak terlibat dalam kasusnya ketika semua itu terjadi. Harus diingat, bahwa Mary Jane ditangkap, kalau saya tidak salah, pada 10 April 2010," kata Aquino kepada para wartawan di Kota Naga, Provinsi Cebu. 

Memang, saat Mary Jane ditangkap, Aquino belum memegang tampuk kekuasaan. Aquino terpilih pada Mei 2010 dan baru bekerja menggantikan pemerintahan mantan presiden Gloria Macapagal-Arroyo sebulan kemudian.

Mary Jane lolos dari moncong senapan regu tembak di Nusakambangan pada Rabu (29/4) pada eksekusi mati terpidana kasus narkoba gelombang dua. Delapan terpidana lainnya telah dieksekusi, termasuk duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, terpidana dari Brasil Rodrigo Gularte, Zainal Abidin dari Indonesia dan empat terpidana dari Nigeria. 

Menurut keterangan Komnas Perempuan RI, Mary Jane pergi merantau ke luar negeri dari desa kelahirannya di Caudillo, sebuah desa di pinggiran kota Cabanatuan, Nueva Ecija, Filipina, untuk mencari nafkah.

Mary kemudian direkrut oleh tetangganya, Maria Kristina Sergio, untuk bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga secara ilegal. Untuk ke Malaysia, Mary Jane menggadaikan motor dan ponselnya. Namun itu masih kurang untuk menutupi biaya keberangkatan sehingga gaji Mary di Malaysia menurut Maria bakal dipotong selama tiga bulan pertama.

Tetapi setibanya di Kuala Lumpur, pekerjaan yang dijanjikan ternyata sudah tak lagi tersedia. Mary Jane lalu diminta Maria untuk ke Indonesia. Ia dijanjikan bakal segera dipekerjakan sekembalinya dari Indonesia.

Ketika hendak ke Indonesia, tepatnya Yogyakarta, Mary Jane dibekali uang US$500 dan diberi tas untuk menyimpan pakaian dan peralatan pribadinya. Ternyata ke dalam tas itu dimasukkan pula heroin 2,6 kilogram. Begitu mendarat di Bandara Adisucipto, Mary Jane ditangkap otoritas Indonesia.

Mary Jane dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada 20 Oktober 2010. (*)

Post Top Ad