Proyek Rp200 Juta Bisa Penunjukan Langsung - MEDIA ONLINE

Hot

Monday, August 13, 2012

Proyek Rp200 Juta Bisa Penunjukan Langsung


JAKARTA - Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah disambut pesimis pelaku jasa konstruksi. Mereka mencemaskan penerapan Perpres 70 yang antara lain mengatur nilai proyek barang dan jasa Rp200 juta bisa penunjukan langsung (PL) atau tanpa tender akan menyuburkan praktik KKN.
 
”Kita menilai Perpres itu tidak memihak kontraktor yang notabenenya sekitar 90 persen merupakan kelas kecil. Yang akan kaya pemerintah, khususnya di daerah. Paling berbahaya, akan semakin bertumbuh praktik monopoli. Ini sangat menyakitkan karena hanya beberapa kontraktor saja yang kebagian proyek,’’ jelas Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia (Gapeksindo), Iwan Kartiwan di Jakarta, Minggu (12/8).
 
Iwan setuju dengan alasan pemerintah dengan penetapan Rp200 juta jadi PL bertujuan untuk menggenjot penyerapan anggaran. Namun, kemungkinan uang negara yang akan dikorupsi lebih besar perlu pula diantisipasi. "1.000 paket dikali Rp200 juta dibandingkan dikali Rp50 juta dulunya PL dengan rata-rata 10 persen fee per satu proyek, coba sudah berapa yang dikorupsikan? Ketahuan kan siapa yang diuntungkan. Sementra kontraktor merugi terus karena semakin kecil kesempatan dapat pekerjaan," ujarnya.
 
Dulunya, Perpres 54 disangka sebagai malaikat perisai KKN. Namun ternyata setelah dipedomani sebagai cara pengadaan dengan elektronik, Pepres tersebut justru memperlancar praktik KKN. "Nah, sekarang Perpres 54 dirubah jadi Perpres 70, ya justru semakin nggak karuan aturannya, makin lancarlah korupsinya," kata Iwan.
 
Dijelaskan Iwan, Perpres 70 tersebut diterbitkan dalam rangka persiapan partai-partai menuju Pemilu 2014, sebab gubernur, bupati/walikota dan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), akan semakin gampang mencari kutipan fee dari rekanan. "Saya kira, bukan Perpresnya yang dirubah, tapi penguasaannya mulai dari pusat hingga kabupaten/kota," ujarnya.
 
Ketua Umum Forum Jasa Konstruksi (Forjasi) Rikson Sibuea malah menyebutkan Perpres 70 itu tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat. Pasalnya, akan banyak bermunculan proyek-proyek yang tidak signifikan bagi kebutuhan masyarakat. "Misalnya, untuk suatu pekerjaan jalan yang bisa sekaligus dikerjakandengan nilaiRp1miliar,namundipecah-pecah5 paket pekerjaan tahun pertama hingga kelima. Ini kan lama manfaatnya, baru dirasakan masyarakat," sebutnya.
 
Kemudian, akan seperti apa alasan pemerintah menunjuk kontraktor mengerjakan PL Rp200 miliar, apakah ada indikatornya? Dalam hal ini, terjadi ruang untuk bersekongkol, sehingga bisa-bisa saja yang ditunjuk adalah berdasarkan asas kedekatan atau kekerabatan saja, bukan karena faktor kompetensi si kontraktor. "Biasanya SKPD tidak terbuka soal hal-hal seperti ini," kata Rikson.
 
Ditambahkan Rikson, tidak mendesak meningkatkan perubahan nilai PL dari yang sebelumnya sampai dengan Rp100 juta ke Rp200 juta. "Keppres 80 tahun 2003 yang sekarang Perpres 54 dan berubah Perpres 70 itu, sebenarnya sudah bagus, tinggal saja perlu penegasan dalam ketentuan sanksi, itu kian yang semestinya dipertegas," tambahnya.
 
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Perpres Nomor 70 tahun 2012 atau perubahan kedua Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam Perpres 70 mencakup berbagai perubahan kebijakan yang secara signifikan berpengaruh terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah (PB/JP), penyerapan anggaran negara, dan pencegahan korupsi dalam PB/JP.
 
Sebelumnya, tercatat perubahan pertama atas Perpres 54 Tahun 2010 telah dilakukan tahun lalu dengan diterbitkannya Perpres No.35 Tahun 2011 yang mencakup penambahan kriteria PL untuk pekerjaan jasa konsultan hukum (advokat) dan arbiter yang mendesak dan tidak bisa direncanakan terlebih dahulu. Selain itu, perubahan yang tertuang dalam Perpres 70 ini bertujuan menghilangkan bottlenecking dan multitafsir yang membuat penyerapan anggaran terlambat dan memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan.
 
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Bambang Goeritno meyakini, Perpres 70 itu untuk kebaikan bersama. Menurutnya, baik Presiden maupun Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) memiliki niat yang baik bagaimana anggaran cepat terserap untuk bisa dinikmati masyarakat manfaatnya. "Saya optimis Pemda mengikuti Perpres 70 sebaik mungkin. Nilai Rp 200 juta jadi PL, adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penyerapan anggaran," katanya.
 
Karena itu, dalam waktu dekat Perpres tersebut akan disosialisasikan kepada para pelaku jasa konstruksi di daerah. "Kita sudah bertemu LKPP. Mereka juga bilang Pepres 70 ini untuk memudahkan penyerapan anggaran," katanya. Soal kekhawatiran pimpinan SKPD akan memecah-mecah proyek hingga jadi banyak sehingga rentan praktek KKN, menurut Bambang, tergantung niat dari panitia dan pimpinan SKPD itu sendiri.
 
Namun ditegaskannya, pihaknya tidak akan melakukan hal demikian, dan akan memberikan sanksi tegas bila ada SKPD yang mencoba memecah proyek. “Kita jangan memecah-mecah proyek, itu akan memakan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Proyek itu dibangun kan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Jadi harus secepat mungkin selesai," tukasnya. (wmc/een)

Post Top Ad