KontraS Desak Polisi Usut Penganiayaan 19 Warga Lampung Timur - MEDIA ONLINE

Hot

Monday, June 8, 2015

KontraS Desak Polisi Usut Penganiayaan 19 Warga Lampung Timur

Aparat dari Polsek Serpong, Tangerang, saat menangkap warga Lampung Timur di Kampung Sukamulya, Cikupa, Tangerang, Minggu (8/2/2015) lalu. (ist)

LAMPUNG ONLINE – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan, operasi penangkapan berujung kematian yang dilakukan anggota Polsek Serpong, Tangerang, terhadap 19 warga Lampung Timur, Provinsi Lampung, sudah melanggar tiga ketentuan.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik KontraS, Putri Kanesia, mengatakan, setelah mendalami fakta-fakta, anggota dan Kanit Reskrim Polsek Serpong diduga telah melanggar tiga pasal.

"Pertama, Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang isinya barang siapa merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana paling lama 15 tahun," ujarnya di Kantor KontraS, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2015).

Kedua, Pasal 351 Ayat (3) KUHP yang isinya penganiayaan jika mengakibatkan mati dikenakan pidana paling lama tujuh tahun. Ketiga, Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Trandar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

"Yang isinya, setiap petugas atau anggota Polri dilarang melakukan (A) Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; (B) Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan," jelasnya.

Keempat, Komnas HAM untuk memantau proses hukum penanganan kasus tersebut karena indikasi pelanggaran HAM di dalamnya.

Terkait hal tersebut, KontraS mendesak; pertama, agar Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya segera mengusut tuntas kasus dugaan penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap 19 warga Lampung Timur. Hal itu juga telah dilaporkan Mabes Polri dengan laporan nomor TBL/120/II/2015/Bareskrim secara transparan dan imparsial.

"Jika tidak dilakukan, maka kami akan melakukan upaya hukum di pengadilan," ungkapnya.

Kedua dari desakan KontraS, Kapolri harus menonaktifkan Kanit Reskrim Polsek Serpong dan anggota Polsek Serpong yang diduga terlibat operasi dan penyiksaan tersebut selama proses hukum berlangsung.

"Hal itu untuk menjamin penyidikan dilangsungkan secara imparsial, terbuka, dan independen," imbuhnya.

Ketiga, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk turut melakukan pengawasan dan mendorong dilakukan proses hukum terhadap anggota Polri pelaku penyiksaan tersebut sesuai kewenangan yang dimilikinya. Keempat, Komnas HAM untuk memantau proses hukum dan penanganan kasus tersebut, karena ada indikasi pelanggaran HAM di dalamnya, seperti dilansir Okezone.

Sebelumnya, dalam operasi penangkapan 19 warga Lampung Timur tersebut, setidaknya telah menewaskan lima warga, yakni Abdul Wahab, Ibrahim, Ahmad Safei, Ali Husin, dan Ali Iro.

Dalam keterangan resminya pada Minggu 8 Februari 2015, Humas Polda Metro Jaya dan Kapolsek Serpong menyatakan kelima korban tersebut tewas dalam baku tembak dengan anggota Polsek Serpong di Pelabuhan Merak dan di sebuah rumah kontrakan di Cikupa, Tangerang. Kontrakan tersebut, menurut Polri, sebagai tempat pencurian motor.

Kelima orang itu juga terpaksa ditembak anggota Polsek Serpong karena melakukan perlawanan menggunakan senjata api. Padahal, fakta yang ditemukan KontraS, dalam baku tembak tersebut semua peluru mengarah ke atap kontrakan. Artinya, tidak ada baku tembak pada saat penggerebekan tersebut. Kemudian, kelima orang tersebut meninggal karena dianiaya, bukan karena baku tembak. (*)

Post Top Ad