LAMPUNG SELATAN - Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan pemusnahan daging babi hutan (celeng) ilegal sebanyak 2,5 ton. Pemusnahan tersebut dilakukan oleh Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, drh. Sujarwanto, MM serta dihadiri oleh Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung Drh. Bambang dan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Lampung Desi Romas.
Selain dihadiri instansi terkait, acara pemusnahan daging celeng ilegal tersebut juga dihadiri oleh Dr.Drh.Trioso Purnawarman wakil dekan FKH Institut Pertanian Bogor (IPB) Bidang Sumberdaya Kerjasama dan Pengembangan, dan pakar Kesehatan Masyarakat veteriner FKH IPB.
Menurut Sujarwanto, pemusnahan ini merupakan yang kelima kalinya yang dilakukan oleh BKP Kelas I Bandar Lampung, dengan cara dibakar di dalam lubang. Hingga periode Januari hingga Juni 2015 ini BKP Kelas I Bandar Lampung telah melakukan sembilan kali penggagalan upaya penyelundupan daging babi hutan, dengan jumlah total 17.885 ton. Yang sudah dimusnahkan sebanyak 16.325 ton.
"Pemusnahan dilakukan untuk memutus mata rantai peredaran daging celeng ilegal, yang dilaluilintaskan dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa melalui Lampung," ungkap Sujarwanto di Bakauheni, Senin (1/6/2015).
Daging babi hutan asal Sumatera ini, lanjut dia, berasal dari beberapa wilayah antara lain Jambi, Belitang, Lahat, Sungai Lilin, Bengkulu. Modus penyelundupan daging babi hutan yang melalui wilayah kerja penyeberangan Pelabuhan Bakauheni melalui transportasi darat, seperti menggunakan truk dan bus yang diletakkan di bagasi umum dicampur dengan komoditas pertanian lainnya.
Daging celeng merupakan media pembawa penyakit hewan karantina yang bersumber dari beberapa wilayah di Pulau Sumatera, seperti Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu. Babi hutan tersebut awalnya merupakan hama dan kemudian diburu, kemudian dilalulintaskan ke Pulau Jawa untuk konsumsi pakan hewan dan juga konsumsi manusia dari golongan tertentu, yang diperbolehkan mengonsumsinya.
"Lalulintas dari media pembawa daging babi menjadi masalah karena berasal dari kegiatan perburuan dan diragukan dari sisi keamanan pangannya. Hal ini diperparah dengan kelakukan beberapa oknum yang mengoplos daging babi dan daging sapi karena struktur daging mirip dan harga yang sangat berbeda jauh, sehingga kegiatan penyelundupan daging babi celeng ini marak terjadi melalui wilayah Kerja Pelabuhan Bakauheni," jelas Sujarwanto.
Badan Karantina Pertanian telah melakukan berbagai upaya hukum terkait pemasukan daging babi hutan ini dan bekerjasama dengan pihak kepolisian serta masyarakat. Badan Karantina Pertanian mempunyai tanggungjawab untuk memberikan jaminan produk pangan yang akan beredar di masyarakat sesuai prinsip kesehatan dan sanitasi, sehingga masyarakat terjamin konsumsi pangannya.
"Maka kita himbau agar peredaran daging celeng tersbut bisa menjadi legal dengan adanya regulasi serta peraturan dari pemerintah terutam adengan sistem pengepakan serta pengiriman yang sesuai prosedur," ungkap Sujarwanto.
Pemilik maupun pihak yang membantu penyelundupan daging babi hutan ini dapat disangkakan paal 31 UU Nomor 16 tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 150.000.000,-
Sementara, Drh. Trioso mengungkapkan berdasarkan contoh daging celeng yang dikirim dari Pulau Sumatera ke Jawa setelah diteliti mengandung beberapa jenis bakteri yang membahayakan bagi kesehatan manusia.
"Kami sudah melakukan uji laboratorium dan setelah diteliti pada daging yang berhasil diamankan BKP Cilegon ternyata mengandung bakteri sehingga daging celeng ilegal tersebut sangat berbahaya," ungkap Trioso.
Ia berharap daging celeng yang dikirimkan tidak dikirim dengan cara yang tak sehat, sebab mengakibatkan pembusukan dan membahayakan jika dikonsumsi dan sudah beracun jika dikonsumsi manusia. (Widi)