Korupsi Dana Kematian, TKS Dituntut 4,6 Tahun, Pejabat Hanya 1,6 Tahun - MEDIA ONLINE

Hot

Tuesday, May 12, 2015

Korupsi Dana Kematian, TKS Dituntut 4,6 Tahun, Pejabat Hanya 1,6 Tahun


BANDAR LAMPUNG - Sidang kasus dugaan korupsi bansos dana kematian di Dinas Sosial Bandar Lampung yang  digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Selasa (12/5/2015), menghadirkan tiga terdakwa dengan agenda sidang penuntutan. Ketiganya dituntut berbeda. Yang sama terhadap ketiganya hanyalah denda masing-masing Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara.

Dua terdakwa yakni Akuan Effendi (Kepala Dinas) dan Tineke (Bendahara) dituntut penjara 1,6 tahun. Sedangkan terdakwa M Sakum (tenaga kerja sukarela/TKS), yang merupakan bawahan keduanya dalam kasus yang sama, dituntut paling tinggi dibanding dua terdakwa lain, yaitu 4,6 tahun penjara.

Demikian juga dengan uang pengganti. Terdakwa Akuan dan Tineke masing-masing diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 36 juta dan Rp 30 jutasubsider tiga bulan kurungan. Sementara terdakwa Sakum diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar subsider 2,3 tahun penjara. 

"Memohon agar majelis hakim yang mengadili untuk menjatuhkan uang pengganti kepada terdakwa Akuan sebesar Rp 36 juta. Karena terdakwa sudah menyerahkan uang titipan kepada Jaksa, maka besarnya uang pengganti akan diambil dari uang titipan tersebut," ujar JPU Tri Wahyu Pratekta dari Kejari Bandar Lampung.

Terhadap tuntutan yang dibacakan tersebut, ketiganya kompak menyerahkan pada Penasehat Hukum masing-masing. Sidang ditunda hingga 26 Mei 2015 mendatang dengan agenda mendengarkan oembelaan baik dari pihak terdakwa dan Penasehat Hukumnya.

Ketiganya terlibat kasus korupsi Program Santunan Uang Duka. Berdasarkan SK Walikota Bandar Lampung No:5.A/III.26/HK/2012 terdapat uang duka/kematian Rp2,5 miliar untuk lima ribu orang. Besar uang kematian Rp500 ribu tiap kematian. 

Uang tersebut sudah dicairkan Akuan Effendi selaku Kepala Dinas Sosial Kota Bandar Lampung sebanyak lima kali, masing-masing pencairan Rp500 juta. Terdakwa M Sakum ternyata tidak punya kewenangan untuk menyerahkan uang kematian pada ahli waris tapi bisa menerima Rp2,386 miliar untuk disalurkannya dengan 4.772 kematian, seperti dilansir Saibumi.

Perbuatan tersebut dilakukan sejak 8 Januari 2012 sampai 25 September 2012. Data kematian warga Kota Bandar Lampung tersebut dimanipulasi dengan adanya blanko kosong bukti kas pengeluaran, surat permohonan ahli waris dan surat kematian dari Ketua RT setempat.

Ditemukan bahwa data kematian banyak yang terjadi ditahun 2010, 2011, dan 2013 dengan mengganti tahun data kematian menjadi 2012. Kejanggalan lain adalah hari dan tanggal kematian yang tidak sesuai dan banyaknya berkas yang tidak lengkap. Termasuk memalsukan tanda tangan serta stempel RT pada surat kematian.

Dari ribuan data kematian tersebut, hanya 470 orang atau Rp235 juta yang benar-benar disalurkan. Sehingga ada penyimpangan Rp2,265 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ketiga terdakwa. (*)

Post Top Ad