Walhi: Lahan Sawit Jadi Lahan Tebu di Tulang Bawang Melanggar - MEDIA ONLINE

Hot

Monday, April 27, 2015

Walhi: Lahan Sawit Jadi Lahan Tebu di Tulang Bawang Melanggar

Lokasi lahan sawit milik perusahaan swasta yang sudah disulap menjadi lahan tebu di Tulang Bawang. (tribunlampung/ist)

TULANG BAWANG - Pihak Walhi Lampung mendesak Bupati Tulang Bawang Hanan A Rozak untuk meninjau ulang pembaruan surat keputusan, tentang persetujuan perubahan jenis tanaman izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) atas lahan sawit seluas 6.474,85 hektar yang dikelola salah satu perusahaan swasta.

Ketua Dewan Daerah Walhi Lampung, Firman Sponada menilai, SK bernomor B/243.II.1/HK/TB/2013 yang dikeluarkan Bupati Hanan A Rozak itu, tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Permentan tersebut merupakan pembaruan atas Permentan Nomor 26 Tahun 2007.

Pembaruan SK tertanggal 12 Agustus 2013 itu dikeluarkan Bupati Hanan A Rozak, menyusul adanya kegiatan konversi lahan sawit menjadi lahan tebu oleh satu perusahaan swasta, yang berlokasi di Kecamatan Penawar Tama dan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang.

Walhi Lampung, kata Firman, mencium beberapa aroma kejanggalan menyangkut persyaratan yang mesti dipenuhi perusahaan, sebelum penerbitan pembaruan SK oleh Bupati.

"Ada tiga poin yang menjadi sorotan Walhi. Pertama menyangkut RTRW, kedua soal IUP lahan budidaya tebu yang tidak sejalan dengan ketentuan Permentan, dan ketiga menyangkut kewajiban mengimpor gula rafinasi," ungkap Firman, Senin (27/4/2015).

Pada poin pertama, Firman menilai, lokasi yang akan dijadikan untuk budidaya tebu oleh perusahaan melanggar ketetapan RTRW.

"Itu jelas melanggar RTRW. Karena kawasan itu kan diperuntukkan untuk lahan sawit, bukan lahan tebu," ungkap Firman yang juga mantan anggota KPU Lampung itu, seperti dilansir Tribunlampung.

Kemudian pada poin kedua, Firman mengatakan, dalam menjalankan usaha budidaya tanaman tebu dengan luas lahan diatas 2000 hektar, perusahaan mestinya turut mendirikan pabrik pengolahan disekitar areal tebu.
Hal ini sesuai dengan ketetapan pasal 10 Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

"Dia mesti punya pabrik pengolahan sendiri yang berada di sekitar areal perkebunan. Kalau pabriknya berada diluar misalnya berjarak 100 kilometer, ini nanti pasti akan ada dampaknya. Misalnya kerusakan jalan akibat kendaraan perusaahan yang memgangkut hasil budidaya," imbuhnya.

Kemudian, poin ketiga, Firman mengatakan, setiap perusahaan pengolahan tebu nanti wajib mengimpor gula rafinasi. "Ini juga akan menjadi ancaman," jelasnya. (*)

Post Top Ad