Perampok Sadis di Lampung Ini Grasinya Ditolak Presiden - MEDIA ONLINE

Hot

Friday, January 30, 2015

Perampok Sadis di Lampung Ini Grasinya Ditolak Presiden


LAMPUNG - Setelah permohonan grasinya ditolak Presiden RI, terpidana mati Waluyo alias Yo (47) warga Dusun I Desa Tandus Rambong Merapi Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, terancam dieksekusi mati. Namun eksekusi mati terhadap Waluyo belum bisa dilakukan, mengingat upaya hukum luar biasa yakni PK (Peninjauan Kembali) belum ditempuh terpidana. 

“Permohonan grasi sesuai Keputusan Presiden RI No:14/G/2004 tanggal 9 Juli 2004, ditolak,” kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Lampung, Yadi Rahmat, Jumat (30/1/2015).

Permohonan grasi yang ditolak presiden itu diketahui setelah Kejati Lampung menerima surat pemberitahuan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Liwa  Kamis (22/1/2015) lalu . Pihak Kejari Liwa minta petunjuk ke Kejati Lampung terkait eksekusi mati tersebut. Saat ini bagian pidana umum Kejati Lampung sedang mempelajari surat tersebut. Dengan demikian, pihaknya masih harus mengkaji terlebih dahulu aturan soal grasi tersebut. Terpidana itu belum mengajukan PK sekalipun. Sebab itu, pihaknya masih memberikan kesempatan atas hak-hak terpidana.

Jika memang nantinya dalam aturan tersebut, grasi adalah upaya hukum terakhir. Maka, terpidana akan langsung dieksekusi mati yang dilaksanakan di Nusakambangan. Terpidana mati Waluyo saat ini sudah ada di Nusakambangan.

“Kalau nanti memang dalam aturan itu tidak bisa lagi PK, berarti itulah (grasi) langkah terakhirnya. Kejati Lampung sudah melakukan koordinasi dengan Kejagung. Akan tetapi, Kejagung sifatnya hanya menunggu laporan dari Kejati Lampung soal aturan tersebut,” ungkap Yadi, seperti dilansir Poskotanews.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Liwa, pada tahun 2001 silam, Waluyo divonis hukuman mati. Tidak terima, Waluyo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang pada 2002 silam, Namun bandingnya tersebut ditolak. Selanjutnya Waluyo mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun, lagi-lagi ditolak. Sehingga pada tahun 2003, melalui kuasa hukumnya, Andar Situmorang, Waluyo mengajukan grasi kepada  presiden RI, juga ditolak.

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang disertai pembunuhan berawal pada Sabtu 28 Juli  2001 silam, sekitar pukul 23.00 WIB, Waluyo bersama Marsono (DPO) mendatangi rumah korban Ramlan dengan cara menggedor pintu sambil berteriak memanggil nama korban. Mendengar itu Ramlan keluar dari rumah, kemudian Waluyo mengancam korban menggunakan pisau, sedangkan Marsono mengawasi keadaan sekitar. Disaat yang bersamaan korban Saikin melintas dan melihat kejadian tersebut.

Saikin pun diancam dan di suruh tidur tengkurap, lalu tangan Saikin dan korban Ramlan diikat oleh terpidana Waluyo. Waluyo dan Marsono menyeret kedua korban ke arah sumur yang berada di belakang rumah. Sebelum diceburkan kedalam sumur, Waluyo mencekik leher korban Ramlan. Sedangkan Marsono mencekik leher Saikin hingga meninggal dunia. Melihat kedua korban tidak bernyawa lagi, akhirnya kedua korban diceburkan ke sumur.

Usai menceburkan keduanya ke dalam sumur, Marsono menjemput saksi Poniah, sedangkan Waluyo mengambil buah kopi milik Ramlan sambil mengawasi istri korban bernama Sulasih. Setelah itu, Waluyo meminta kepada Poniah untuk menjualkan kopi hasil curian tersebut.

Di hari berikutnya, Waluyo mendatangi lagi rumah korban Ramlan, dan kali ini yang menjadi sasaran pembunuhannya adalah istri korban Ramlan. Sama dengan suaminya, Sulasih juga dibunuh dan diceburkan ke dalam sumur. Setelah itu, Waluyo membawa kabur satu unit tape merk Polytron, satu buah senapan angin, 10 potong pakaian dan biji kopi. (*)


Post Top Ad