JAKARTA - Pihak Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan Mahkamah Konstitusi (MK) telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi, dengan menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya satu kali.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MA, Suwardi saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/1/2014). Menurutnya, pembangkangan dan pelanggaran konstitusi MA terkait penerbitan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 hanyalah pendapat MK semata.
"Itu kan pendapat MK," tukas Suwardi.
Dia menjelaskan, penerbitan SEMA tersebut berdasarkan dengan UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA. Dalam kedua UU tersebut, pengajuan PK hanya diperbolehkan satu kali.
"Kalau pendapat kami ya UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA masih berlaku dan tidak dibatalkan. Yang dibatalkan MK hanya KUHAP. Sedangkan dasar SEMA itu UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA," terang Suwardi.
Jadi, tegasnya, MA sama sekali tidak melakukan pembangkangan dan pelanggaran terhadap konstitusi.
Dia menjelaskan, penerbitan SEMA tersebut berdasarkan dengan UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA. Dalam kedua UU tersebut, pengajuan PK hanya diperbolehkan satu kali.
"Kalau pendapat kami ya UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA masih berlaku dan tidak dibatalkan. Yang dibatalkan MK hanya KUHAP. Sedangkan dasar SEMA itu UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA," terang Suwardi.
Jadi, tegasnya, MA sama sekali tidak melakukan pembangkangan dan pelanggaran terhadap konstitusi.
"Kami merumuskan SEMA juga sudah tepat dengan pertimbangan yang konstitusional. Tidak ada penyimpangan membangkang atau melawan konstitusi. Karena kami juga hati-hati. Dan SEMA ini kan lingkupnya internal," kata Suwardi, seperti dilansir skalanews.com.
Sebelumnya, Dengan menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya satu kali, MA telah melanggar konstitusi dan tidak mentaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013.
Putusan MK tersebut menyatakan Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, sejak putusan itu, PK boleh diajukan lebih dari 1 kali.
Wakil Ketua MK, Arief Hidayat mengatakan, apabila terdapat lembaga negara yang tidak patuh terhadap keputusan MK, maka lembaga tersebut telah melakukan disobedient (pembangkangan) terhadap perintah konstitusi.
"Kemudian kita secara umum punya rasa keprihatinan kalau terjadi ketidakpatuhan pada putusan MK, secara lebih tegas, bisa dikatakan itu disobedience terhadap putusan MK, pembangkangan terhadap putusan MK," kata Arief. (*)