Mengenal Batu Akik Bungur Tanjung Bintang (TB) Lampung - MEDIA ONLINE

Hot

Friday, December 26, 2014

Mengenal Batu Akik Bungur Tanjung Bintang (TB) Lampung

(Foto: dokumen Facebook Chin Lung)

LAMPUNG – Di kalangan pencinta batu akik, nama Tanjung Bintang, Lampung Selatan (Lamsel), cukup dikenal. Ini tidak lepas dari keberadaan jenis batu bungur Tanjung Bintang (TB). Memang, daerah ini sudah lama menjadi penghasil batu akik berkualitas bagus di dunia. 

Karena berbagai kelebihannya, bungur TB dianggap sebagai batu jenis amethys nomor satu di Indonesia. 

Maka tidak heran jika jenis batu ini diburu oleh kolektor dari berbagai daerah. Tak hanya level nasional, bungur TB juga dicari oleh kolektor dari negara asing. Hal inilah yang memicu harga bungur melambung tinggi.

Menurut Suyamto (60), warga Desa Tanjung Bintang Tugu RT 1/RW 1, Tanjung Bintang, ada tiga daerah yang menjadi pusat tambang batu bungur. Masing-masing di Trimulyo, Tanjungsari, dan Srikaton.

Yamto­­ –demikian masyarakat sekitar biasa memanggil Suyamto–mengklaim jenis batu berwarna ungu itu yang menamainya bungur adalah bapaknya (alm.) Supardi sekitar tahun 1984 silam.

Karena tingginya permintaan, lanjut Yamto, bahan bungur semakin susah didapat. Apalagi saat ini musim hujan. 

’’Lahan pun sudah sempit. Tetapi kalau untuk mendapatkan yang pecah seribu, masih mudah,’’ kata bapak empat anak ini. Dijelaskan, untuk menambang bahan (rough) bungur, harus jeli melihat kontur tanah yang bakal menjadi lokasi galian. 

“Biasanya harus dilihat dahulu konsturnya, jenis pasir atau lempung (tanah liat). Jika tanah yang berpasir, maka harus dibuatkan sanggahan karena sangat mudah longsor. Lain halnya bila tanah itu lempung, tidak diberi penyangga juga sudah kuat,” tuturnya dengan logat Jawa yang sangat kental.

(Foto: istimewa)

Yamto mengungkapkan, penggalian pertama dilakukan layaknya menggali sumur. Gali lubang vertical sedalam 3 meter kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang horizontal hingga 12 m. Karena resiko dan medan yang berat, penggalian tidak bisa dilakukan sendirian. Penggalian minimal dilakukan enam orang untuk setiap kelompok. 

’’Tak mudah mendapatkan bungur, terkadang hingga empat hari. Tetapi, jika sudah menemukan jalurnya, bisa dapat uang Rp40 juta,’’ terangnya.

M. Ridho (25) anak Yamto menambahkan, ada dua jenis bungur TB. Yaitu bungur darat dan bungur air. 

“Kalau bungur darat kurang begitu diminati di sini lantaran harganya beda jauh dengan bungur air. Untuk ukuran 10 milimeter (mm) saja, bungur darat hanya dihargai Rp250 ribu. Itu yang sudah super tanpa retak dan berwarna ungu. Sedangkan bungur air yang belum ungu bisa Rp700 ribu-Rp900 ribu,’’ katanya.

Menurut Ridho, untuk bungur ukuran 1,3-1,5 centimeter (cm) berwarna ungu muda biasa dibanderol Rp1 juta. Sedangkan yang sudah berwarna ungu tua harganya dikisaran Rp3 juta ke atas. 

“Untuk ukuran 1,5–2 cm berwarna ungu muda dihargai Rp5 jutaan, sedangkan yang ungu tua Rp8 jutaan. Beda dengan ukuran 2,5 cm ke atas, harganya minimal Rp10 juta bergantung kualitas,” paparnya, seperti dilansir radarlampung.co.id.

Dijelaskan, untuk membedakan bungur air dan darat biasa yang paling mudah dilakukan dengan bantuan media air. Caranya adalah masukkan batu bungur ke dalam piring putih yang telah diisi dengan air bening. Batu bungur air akan terlihat serat berwarna ungu pekat, sehingga sekilas seperti selendang yang berkibar. 

Memang di dunia para pecinta batu, serat atau yang biasa disebut selendang inilah yang membedakan bungur TB dengan bungur asal Kalimantan atau Brazil.

’’Yang mengambil di sini kebanyakan dari luar daerah di antaranya dari Palembang. Kalau saya tugasnya hanya memasarkan. Bapak yang memotong dan membentuk. Pemasarannya dari mulut ke mulut dan dunia maya seperti Facebook,” ujar Ridho yang mengaku mendapat omzet jutaan rupiah per bulan ini. (*)

Post Top Ad