Perusahaan CPO Abaikan SK Gubernur - MEDIA ONLINE

Hot

Monday, October 22, 2012

Perusahaan CPO Abaikan SK Gubernur


MESUJI – Monopoli harga sawit tidak hanya terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Serupa dialami petani sawit perseorangan maupun milik koperasi unit desa di Kabupaten Mesuji. Kuat dugaan, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan crude palm oil (CPO) tak mengindahkan surat keputusan (SK) gubernur Lampung tentang penetapan harga tandan buah segar (TBS). Bupati Mesuji Khamamik meyakini PT Tunas Baru Lampung (TBL) dan Garuda Bumi Perkasa (GBP) menetapkan harga pembelian sawit milik pekebun secara sepihak.

’’Jika pihak perusahaan membeli TBS milik petani dengan harga yang diatur oleh SK gubernur, maka petani sawit tidak mungkin menjerit,’’ katanya saat menerima manajemen PT GBP di rumah dinas bupati Mesuji, kemarin. Khamamik meminta kepada pemilik pabrik pengolahan kelapa sawit agar memedomani SK gubernur Lampung dan tidak menetapkan pembelian TBS secara sepihak. ’’Harga beli TBS ditetapkan secara bersama oleh Pemprov Lampung, perwakilan KUD plasma sawit dan perwakilan pabrik pengolahan CPO di Lampung,’’ terangnya.

’’Saya sangat menyayangkan tindakan perusahaan yang melakukan pembelian TBS dengan harga yang ditetapkan secara sepihak. Seharusnya perusahaan membeli TBS sesuai dengan harga ketetapan gubernur Lampung. PT Garuda juga seharusnya tidak membeli harga TBS petani di bawah harga yang ditetapkan,’’ sambung Khamamik.  Dilanjutkan, PT Garuda harus mengikuti Peraturan Menteri Pertanian RI No.17 tahun 2010 tentang pedoman penetapan harga pembelian TBS produksi pekebun. Mereka juga diminta memedomani UU No.18 tahun 2004 tentang perkebunan. ’’PT Garuda harus berani menolak pembelian sawit hasil curian. Hal tersebut juga berlaku bagi seluruh perusahaan pengolahan kelapa sawit yang ada di Mesuji,’’ tegas bupati.

Menanggapi hal tersebut, pimpinan PT GBP Indun Saragih mengaku tidak mau membeli TBS petani di Mesuji dengan harga yang telah ditetapkan oleh gubernur Lampung. ’’Kami menetapkan harga TBS dari sawit petani di Mesuji sesuai dengan harga penetapan dari managemen,’’ tuturnya. Indun mengatakan TBS milik petani dibeli sebesar Rp 775/kg. Harga tersebut, masih menurutnya, sudah lebih baik dibandingkan dengan harga TBS yang diterapkan oleh sejumlah pabrik CPO lainnya di Kabupaten Mesuji. ’’Kami tidak ingin ikut keputusan gubernur Lampung, tetapi mengikuti harga penetapan pembelian TBS dari managemen. Saat ini harga CPO jatuh, Pak,’’ kilahnya kepada Bupati Khamamik.

Terkait dengan buah sawit curian, Indun menyatakan sudah enam supplier penampung sawit yang menjadi mitra PT Garuda diberhentikan karena kedapatan menjual sawit curian kepada perusahaannya. ’’Kami sudah memberhentikan enam supplier yang diduga menampung sawit hasil curian. Pihak perusahaan kami juga melakukan koordinasi dengan polsek setempat untuk menghalau upaya penjualan kelapa sawit curian,’’ jelasnya.

PT GBP merupakan pabrik pengolah CPO yang berada di Kecamatan Simpangpematang. Pabrik tersebut memiliki kapasitas mesin 30 ton perjam, dengan rata-rata pembelian 700 ton TBS perhari. Mereka memiliki kebun sawit inti 3.500 ha yang berada di Desa Agungbatin dan Sukaagung. ’’Dari total luas lahan perkebunan sawit itu, sebanyak 3 ribu ha merupakan tanaman menghasilkan (TM), sementara sisanya tanaman belum menghasilkan (TBM),’’ tutup Indun.

Diberitakan sebelumnya, harga TBS sawit di Mesuji terus menurun. Hal ini membuat petani sawit ’’menjerit’’ dengan penetapan harga yang sewenang-wenang dari pihak perusahaan. Harga TBS dari masyarakat umum mencapai sekitar Rp500-700/kg. Sedangkan, harga jual untuk plasma yang tergabung dari KUD sebesar Rp1500/kg. Semula harganya Rp1750/kg.

’’Penurunan harga drastis ini sudah berlaku sejak sebulan terakhir. Kondisi sawit memang membludak sejak sebulan lalu. Panen raya sawit ini diperkirakan sampai tiga bulan,’’ ungkap Frans, salah satu petani sawit belum lama ini.  Padahal, lanjutnya, harga CPO masih stabil di pasar ekspor. ’’Penetapan harga tandan buah segar dari pihak perusahaan sewenang-wenang,’’ katanya.

Karenanya, petani sawit mendesak supaya pemerintah provinsi bersikap netral dalam menetapkan harga TBS. ’’Jangan perusahaan hanya mengambil keuntungan dari petani saja. Pemerintah harus menetapkan harga sawit dengan memperhatikan kebutuhan petani,’’ sesalnya. (gan/niz)

Post Top Ad