Warga Gugat PT BNIL, DPRD Lampung Panggil Bupati Tuba - MEDIA ONLINE

Hot

Sunday, May 10, 2015

Warga Gugat PT BNIL, DPRD Lampung Panggil Bupati Tuba


LAMPUNG – Terkait pengajuan izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) oleh PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) di Tulang Bawang (Tuba), Lampung, sepertinya sulit terwujud. Pasalnya, Komisi IV DPRD Lampung merekomendasikan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) setempat untuk tidak mengeluarkan dan menghentikan proses amdal anak perusahaan PT Bumi Waras ini.

"Kami meminta BPLHD Lampung dan Komisi Amdal-nya tidak meneruskan proses penerbitan amdal PT BNIL," ujar anggota Komisi IV Watoni Noerdin usai hearing dengan BPLHD di ruang komisi, Jumat (8/5/2015).

Menurut dia, untuk menuntaskan masalah ini, pihaknya juga akan memanggil Bupati Tulangbawang Hanan A. Rozak dan DPRD setempat guna meminta penjelasan. 

"Untuk waktunya, kami sesuaikan dahulu. Ya mudah-mudahan satu minggu ini bisa kami lakukan," tuturnya. Dijelaskan, hearing dilakukan pihaknya karena ingin mengetahui persis permasalahan yang ada. 

"Artinya begini, kami ingin meminta kejelasan mengenai keresahan warga dan DPRD Tuba terkait isu terbitnya izin usaha perkebunan PT BNIL," paparnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menganggap permasalahan ini merupakan pelanggaran serius yang dilakukan oleh pihak perusahaan. 

"Di satu sisi amdalnya belum ada. Kami juga sudah konfirmasi BPN (Badan Pertanahan Nasional), untuk HGU (hak guna usaha)-nya memang tidak bermasalah. Namun tetap saja, jika alih fungsi lahan ya harus dilaporkan dong," tukasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Tuba Hj. Winarti menyatakan, komisi I dan II DPRD setempat sepakat harus ada pengukuran ulang lahan PT BNIL yang kini telah ditanami tebu hingga mencapai luas 3.800 hektare (ha) dari total 6.474,85 ha sebagaimana tercantum dalam HGU perusahaan itu. 

"Jadi tadi kami telah mendapat laporan dari komisi I dan II. Harus ada ukur ulang lahan,” katanya.

Rekomendasi itu, lanjut Winarti, muncul setelah DPRD Tuba mendengar berbagai masukan dari berbagai pihak. Sebelumnya, dewan telah meminta keterangan dari Pemkab Tuba, yang diungkapkan Asisten II Hi. Dony Agung Wibawanto serta Kadis Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Nurmansyah.

Selain itu, DPRD Tuba kemarin juga menerima saran dan masukan dari 30-an warga sekitar BNIL.

Menurut Ketua Komisi I DPRD Tuba Heri Koko dan Ketua Komisi II Edison Thamrin, pihaknya juga merekomendasikan penghentian seluruh operasional perusahaan. Rekomendasi akan diberlakukan hingga perusahaan memenuhi seluruh aturan perizinan yang berlaku. 

"Jadi rekomendasi kami hingga perusahaan mempunyai izin yang benar baru bisa beroperasi. Silakan masyarakat pantau," tukasnya.

Dijelaskan Heri, dari hearing dengan warga terungkap bahwa salah satu kepala kampung (Kakam) yang seharusnya masuk dalam Komisi Amdal ternyata tidak pernah dimasukkan dalam komisi itu. Kakam itu mengaku hanya diajak ke Bandar Lampung untuk menyaksikan rapat tim Komisi Amdal. Namun belakangan diketahui, nama yang bersangkutan ternyata masuk dalam berita acara tim Komisi Amdal.

Tidak itu saja, hearing juga mengungkap adanya penolakan dari masyarakat sekitar areal PT BNIL. Warga mengaku hingga kini belum menerima 100 persen kompensasi sebagai dampak aktivitas perkebunan PT BNIL. Sebelumnya, pihak perusahaan yang semula mengolah perkebunan sawit ini berjanji memberikan lahan seluas 2 ha.

Sukirman (55), warga Bujukagung, yang merupakan tokoh masyarakat sekitar areal PT BNIL, mengaku masalah itu muncul sejak terbitnya surat keputusan (SK) gubernur tahun 1986 lalu.

Kala itu, PT BNIL meminta areal pencadangan untuk lahan sawit. Areal itulah tempat tinggal warga. Warga bersedia karena perusahaan berjanji memberi lahan seluas 2 ha per kepala keluarga (KK) kepada mereka. 

"Tetapi faktanya, hingga kini baru dikasih 1 ha. Kami ini adalah korban dari kapitalis PT BNIL," jelasnya.

Padahal, warga mengaku aktivitas perusahaan memberi efek buruk pada mereka. Bulu tebu, menurut mereka, dapat mengganggu kesehatan lingkungan sekitar. Keluhan ini masih ditambah masalah debu yang ditimbulkan dari pengolahan lahan. Belum lagi masalah kendaraan perusahaan yang dinilai bisa membahayakan warga sekitar, seperti dilansir Radarlampung.

’’Bagaimana tidak berbahaya, karena mereka tak mempunyai cara pengelolaan lahan yang baik sebagaimana kajian dari konsultan saat perusahaan akan beroperasi,” katanya.

Untuk itu, menurut Heri Koko, DPRD Tuba akan memanggil PT BNIL. Perusahaan bakal diminta memberikan kompensasi lahan seluas 1 hektar kepada sekitar seribu KK dari total 2 hektar. (*)

Post Top Ad