Akhirnya, Biro Aset Pemprov Lampung Lepas Lahan Way Dadi - MEDIA ONLINE

Hot

Monday, January 26, 2015

Akhirnya, Biro Aset Pemprov Lampung Lepas Lahan Way Dadi


LAMPUNG - Akhirnya, rencana pelepasan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung seluas 88,8 hektar di Kelurahan Way Dadi, Sukarame, Bandar Lampung, menemukan titik terang. Sebab, Pemprov dan DPRD Lampung sepakat jika lahan tersebut dilepas kepada masyarakat.

Kepala Biro Aset dan Perlengkapan Pemprov Lampung, Sulpakar, yang sebelumnya menolak melepaskan, mengatakan, sengketa lahan Way Dadi sedang dibahas DPRD Lampung melalui Komisi I DPRD setempat. Menurut dia, Gubernur Lampung menyetujui melepas lahan Waydadi yang sudah ditempati ratusan warga. Namun, Pemprov Lampung masih harus menunggu rekomendasi persetujuan DPRD. 

“Yang pasti kita kita siap fasilitasi ini untuk mendukung rakyat,” ujar Sulpakar, Minggu (25/1/2015).

Untuk ganti rugi yang harus dibayar kepada masyarakat, Pemprov Lampung belum membahas itu. Menurut dia, harus menunggu persetujuan DPRD. Apabila telah disetujui, maka pemprov akan berkoordinasi dengan konsultan untuk menentukan uang ganti yang wajib dibayar.

“Kita sesuaikan dengan aturan yang ada. Besarannya kita konsultasikan dulu dengan konsultan, berapa sepantasnya,” jelas Sulpakar. Biro Aset dan Perlengkapan, sudah mendapat instruksi langsung dari Gubernur Lampung agar segera melepas lahan seluas 88,8 hektar itu. Karena, kondisi saat ini keseluruhan lahan sudah diduduki warga.

“Pemprov ini pelayan masyarakat, sepanjang itu sesuai aturan yang ada dan sudah mendapat rekomendasi DPRD, kenapa tidak kita lepas. Tapi, harus melalui tahapan-tahapan sesuai aturan,” kilah Sulpakar, seperti dilansir Harianlampung.

Terpisah, Sekretaris Komisi I DPRD Lampung Bambang Suryadi mengatakan, pihaknya menargetkan paling lama dua tahun pelepasan tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Way Dadi itu selesai. Sebab, selama 34 tahun sengketa lahan ini belum ada kejelasan. Warga dan pemprov saling klaim memiliki lahan tersebut.

Bambang mengatakan, penyelesaian perlu waktu yang tidak sedikit. Sebab, harus disetujui minimal 2/3 anggota DPRD yang ada. "Nanti kita pelajari dan kita paripurnakan. Kalau bisa cukup dengan peraturan gubernur saja agar tidak berlarut-larut," kata Bambang.

Warisan Keluarga
 

Sebelumnya, Ketua Kelompok Masyarakat Waydadi Khaidir Nasition mengharapkan Pemprov Lampung segera melepas aset itu. Warga siap membayar ganti rugi yang ditetapkan pemerintah.

"Kita siap ganti rugi lahan itu, dengan catatan tidak terlalu memberatkan masyarakat. Hendaknya ganti rugi sesuai klasifikasi tanah dan bangunan. Bedakan bangunan untuk usaha, pemukiman, dan bangunan mewah," ujarnya.

Dia mengharapkan, Pemprov Lampung menentukan harga ganti rugi dipersentasikan sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di wilayah Way Dadi. "Kalau ganti rugi sesuai harga pasaran kita yang dirugikan, karena harga pasaran pasti di atas NJOP," ujarnya.

Namun, Khaidir mengaku, ada sebagian warga yang tidak mau dibebankan dengan uang ganti rugi. Mereka beralasan tanah tersebut warisan keluarga bukan pendatang. Pokmas Way Dadi ini berdiri sejak tahun 1987, dan telah berganti nama beberapa kali. Mulai dari tim 9, tim 7, dan terakhir Pokmas.

Diceritakan Khaidir, awalnya lahan bekas dudukan pemerintah hindia belanda ini seluas seribu hektar (ha). Setelah merdeka, lahan tersebut dikuasai pemerimtah Indonesia. Kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa penggunaan, ada untuk perumahan PNS di Korpri, Perumnas Way Halim, dan 300 ha diserahkan ke masyarakat untuk dikelola.

"Dari 300 ha itu, sekitar 88 ha diakui milik pemprov, dan itu yang menjadi masalah saat ini," paparnya. Dijelaskannya, lahan seluas 300 ha tersebut sudah dikelola petani penggarap, yang mana sudah diakui oleh Menteri Dalam Negeri, namun sertifikat belum dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kepemilikan lahan petani penggarap ini sudah disegel oleh Lurah pada zaman dulu, dan diabsahkan oleh SK Mendagri," jelasnya. (*)


Post Top Ad