Pemerintahan Jokowi-JK Berpotensi Langgar UU SJSN - MEDIA ONLINE

Hot

Saturday, June 13, 2015

Pemerintahan Jokowi-JK Berpotensi Langgar UU SJSN

Joko Widodo-Jusuf Kalla

LAMPUNG ONLINE - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bakal melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pasalnya, berdasarkan aturan tersebut pemerintah diamanatkan paling lambat tanggal 1 Juli 2015 harus  berlakukan jaminan pensiun bagi pekerja Indonesia.

Namun, menurut Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar sampai saat ini pemerintah belum juga membentuk Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun (RPP Pensiun).

"Nah itu kan tinggal beberapa hari lagi. Namun, hingga kini pemerintah Jokowi belum juga menyelesaikan RPP Pensiun. Dengan belum adanya regulasi itu, maka jaminan pensiun terancam tidak dapat dilaksanakan pada 1 Juli 2015 nanti," kata Indra dalam diskusi di Kedai Tjikini, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2015).

Bila hal itu terjadi, Indra menegaskan bahwa Presiden Jokowi telah dengan sengaja melanggar isi perintah yang terdapat di dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jo. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.

Dirinya berpendapat, bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh tarik-menarik soal iuran jaminan pensiun diantara para pembantu Presiden Jokowi sendiri. 

Hal itu harusnya tak perlu terjadi bila presiden mau memanggil dan mengingatkan para pembantunya untuk menyelesaikan masalah iuran ini, dengan mematuhi amanat UU No.40 Tahun 2004.

Sementara itu Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkapkan bahwa dari pihak Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Watch memberi usulan besaran iuran jaminan pensiun itu 8 persen. Namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan 3 persen.

"Lalu pihak Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan 1,5 persen. Apabila pemerintah menetapkan iuran pensiun sebesar 3 persen ataupun 1,5 persen, maka dipastikan pekerja yang pensiun akan gagal mencapai kebutuhan hidup layak," tutur Timboel.

Padahal, lanjut Timboel, menurut ILO (International Labour Organization) paling tidak pekerja yang pensiun diharapkan mendapatkan manfaat pasti sebesar 40 persen dari upah rata-rata terakhirnya. 

"Jadi sebenarnya iuran pensiun sebesar 8 persen saja akan sulit bagi para pekerja yang pensiun mencapai kebutuhan hidup layak," tegasnya, seperti dilansir Skalanews.

Dirinya menyebutkan, keterlambatan pembuatan RPP Pensiun ini tentunya akan berpengaruh signifikan terhadap BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana, pengusaha sebagai pemberi kerja dan juga pekerja, yang keduanya diwajibkan untuk membayar iuran itu.

Atas dasar itulah, BPJS Watch mendesak, paling lambat minggu depan harus Jokowi harus bisa segera menandatangani RPP Jaminan Pensiun dengan iuran awal 8 persen, dengan pembagian 5 persen oleh pemberi kerja dan 3 persen oleh pekerja.

Bila nantinya pemerintah memberikan hal tersebut dibawah 8 persen. Maka, Timboel menyebutkan, pihaknya akan melakukan judicial review PP tersebut.

Desakan lainnya, lanjut Timboel, BPJS Ketenagakerjaan harus menerapkan putusan MK, dimana pekerja bisa atau diperbolehkan mendaftar sendiri menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, walaupun pemberi kerja tak mendaftarkan pekerja tersebut.

"Dan terakhir, pemerintah bersama BPJS Ketenagakerjaan haruslah menerapkan PP Nomor 86 Tahun 2013 tentang sanksi kepada pemberi kerja yang tidak patuh mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan," pungkas dia. (*)

Post Top Ad