Anggota DPR Asal Lampung Dwie Aroem Desak Pabrik Gula Patuhi UU - MEDIA ONLINE

Hot

Thursday, June 18, 2015

Anggota DPR Asal Lampung Dwie Aroem Desak Pabrik Gula Patuhi UU

Anggota Komisi VI DPR asal Lampung Dwie Aroem Hadiati (kiri) saat kunker spesifik ke Lampung. (ist)

LAMPUNG - Amanat UU No 39/2014 tentang Perkebunan yang mengatur bahwa industri gula harus memiliki lahan tebu sendiri, adalah sejalan dengan pemikiran Komisi VI DPR untuk melindungi petani tebu. Persoalannya, dari 11 pabrik gula (PG) swasta yang ada di Lampung, semuanya belum mematuhi ketentuan tersebut.

“Karena itu kami mendesak UU tersebut harus dilaksanakan dengan konsisten. Pemerintah harus tegas menjalankan amanat UU tersebut dan DPR juga menegakkan fungsi pengawasannya,”ungkap Anggota Komisi VI DPR asal Lampung Dwie Aroem Hadiati di sela-sela kunker spesifik di Lampung, seperti dilansir Viva dari laman dpr.go.id, Kamis (18/6/2015).

Menurut politisi FPG ini, untuk Propinsi Lampung, lahan di atas 10 ribu ha sudah sangat sulit didapatkan, sehingga PG harus membangun kemitraan dengan petani tebu atau memberdayakan masyarakat untuk menanam tebu. 

“Jadi memang harus ada kemitraan antara pemilik PG yang tidak memiliki lahan yang cukup dengan petani tebu dan masyarakat untuk meningkatkan produksi gula nasional,” ujar Aroem.

Dwie Aroem mendukung Pemprov Lampung agar pengusaha gula rafinasi untuk menyetop impor gula mentah saat petani tebu paneh raya pada April-September meski masalah ini terkait kebijakan Kementerian Perindustrian, Perdagangan dan BKPM.

“Komisi VI setuju penghentian impor gula mentah tersebut sehingga petani tebu khususnya di Lampung akan terlindungi,” ujarnya.

Terkait dengan kondisi tersebut, dia mengaku tekad mewujudkan swasembada gula masih sulit dicapai, sebab masih banyak hal yang harus dibenahi terkait dengan tata niaga gula. Selain itu harus ada road map yang jelas antara kementerian terkait baik perindustrian, perdagangan dan BUMN. 

“Selama belum ada road map yang jelas, bagaimana kita mau mencapai swasembada gula dalam 5 tahun ini. Tapi UU No 39/2014 sudah mengarah terhadap perlindungan petani tebu. Ini perlu diapresiasi,” kata Aroem.

Ia menambahkan, salah satu tujuan kunker ke Lampung terkait masalah gula adalah mengevaluasi apakah UU No 39/2014 tersebut sudah dilaksanakan atau belum dan ingin mengetahui di mana masalahnya untuk selanjutnya dibahas di tingkat pusat. Satu lagi apakah gula rafinasi di Lampung ada rembesan keluar dari ijin impor yang diberikan. 

“Komisi VI juga mesti tahu masalah ini sehingga tidak merugikan masyarakat,” ungkap Aroem. 

Secara tegas, Sekretaris Pemprov Lampung telah mengingatkan bahwa lahan di atas 10 ribu ha sudah tidak ada lagi sehingga harus bermitra dengan masyarakat. 

“Pengusaha gula rafinasi, kami bisa membantu lahan 1.000 ha, tetapi kalau di atas 10 ribu ha jangan harap kecuali bermitra dengan masyarakat atau kawasan hutan,” ungkap Arinal. (*)

Post Top Ad