LAMPUNG - Kepala Divisi Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandar Lampung, Ajie S Prawira mengatakan, 'Convention Against Torture and Other Cruel in Human or Degrading Treatment or Punishment' atau disebut CAT, mencegah terjadinya penyiksaan atau perlakuan tidak layak atau tidak manusiawi di tempat orang-orang yang dirampas kebebasannya, karena diduga atau dinyatakan melakukan pelanggaran hukum.
"Seringkali dengan dalih pengamanan aparat penegak hukum memperlakukan seorang tahanan tidak manusiawi, seharusnya aparat dapat melihat kondisi-kondisi subjektif tersangka," kata dia, Senin (9/3/2015) menanggapi diborgolnya tangan Supanji (29) seorang tahanan Lapas Way Hui yang saat ini divonis lumpuh akibat mengidap virus TBC tulang belakang dan saat ini sedang dirawat di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit A Dadi Tjockrodipo milik Pemkot Bandar Lampung.
Jika tersangka tidak ada daya upaya dan tidak memungkinkan untuk melarikan diri, lanjut Ajie, maka tidak perlu dilakukan pemborgolan atau proteksi keamanan yang berlebihan. Cukup dengan penjagaan rutin saja. Pemborgolan atau keamanan ekstra hanya perlu dilakukan jika dikhawatirkan tahanan dapat melarikan diri.
"Itu dapat dilihat juga dari kelakuan tahanan pada saat menjalani masa tahanan, jika tidak ada riwayat mencoba melarikan diri maka tidak perlu dilakukan pemborgolan," jelas Ajie, seperti dilansir Kompas.
Sementara, pihak Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhuk dan HAM) menyatakan bahwa diborgolnya tahanan yang lumpuh dirawat di Rumah Sakit A Dadi Tjockrodipo Bandar Lampung adalah prosedur yang memang harus dijalankan.
Kepala Divisi Lembaga Kemasyarakatan Kanwil Kumham Lampung Agus Toyib mengatakan, narapidana yang keluar dari tahanan karena kondisi tertentu harus diborgol dan dalam pengawalan petugas lapas.
"Perlu menjadi perhatian bahwa Supanji ini adalah narapidana yang menjalankan kurungan selama delapan tahun. Dia masuk kategori bandar atau pengedar," kata Agus, Senin. Dia lalu memaparkan pengalaman saat bertugas di wilayah lain yang memiliki kondisi sama. Namun, saat dilepas borgolnya, tahanan tersebut justru berupaya untuk lari.
"Ketika itu dokter sudah mendiagnosa lumpuh, bahkan ada juga yang mengalami gangguan jiwa, namun tetap saja lari dengan berbagai cara. Tidak lari sendiri, tapi bisa menggunakan pihak lain yang membantu narapidana untuk bisa lari dari tahanan," ujarnya. Menurut Agus, diborgolnya Supanji, adalah satu bentuk kehati-hatian saja.
"Berdasarkan diagnosa dokter memang dia mengalami komplikasi penyakit itulah yang menyebabkan dia menjadi lumpuh seperti itu," kata dia. Kelak jika dokter sudah menyatakan narapidana ini pulih, pihaknya segera mengembalikan dia ke Lapas, namun tetap mendapat perawatan intensif. (*)