Herman HN akan Bawa soal Ganti Rugi Lahan Flyover ke Pengadilan - MEDIA ONLINE

Hot

Tuesday, February 24, 2015

Herman HN akan Bawa soal Ganti Rugi Lahan Flyover ke Pengadilan

Herman HN

BANDAR LAMPUNG - Persoalan biaya ganti rugi pembebasan lahan pembangunan jalan layang (flyover) Ki Maja-Ratu Dibalau, antara warga di Jalan Ki Maja, Way Halim dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung, belum ada titik temu. Jika masalah ini berlarut, Pemkot Bandar Lampung berniat menyerahkan persoalan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang. 

“Nanti yang menentukan harga itu PN, biar harganya ditentukan sesuai standar harga Badan Pertanahan Nasional (BPN), yaitu Rp1,5 sampai Rp2 juta per meternya," ujar Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN, Senin (23/2/2015). 

Dia menilai, tindakan warga yang bersikeras menuntut biaya ganti rugi lahan sebesar Rp5 juta per meternya itu, termasuk menghalangi-halangi pembangunan negara. Hingga saat ini, pembangunan flyover Ki Maja-Ratu Dibalau masih terkendala pembebasan lahan. Pasalnya, warga di Jalan Ki Maja, Way Halim yang merupakan pemilik lima titik rencananya akan dibangun flyover, menuntut harga di atas harga pasaran.

Dalam negosiasi antara warga dan pemkot di Kantor Kelurahan Way Halim, Jumat (20/2/2015) lalu, tidak berhasil ditemukan kata sepakat. Warga meminta pemkot membayar lahan mereka seharga Rp5 juta per meter.

Awalnya pemkot meminta pembebasan lahan menggunakan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Ki Maja yaitu sebesar Rp1,147 juta per meter. Namun dalam perkembangannya, pemkot bersedia menaikkan tawaran berdasarkan harga pasaran yaitu Rp2,5juta per meter. Menyikapi hal tersebut, Wali Kota Herman HN meminta warga mengkaji kembali tawaran pemkot. 

"Lihat juga, harga tanah di situ berapa per meternya, jangan harga Rp2,5 juta dibilang harga Rp5 juta,” tukas Herman HN, seperti dilansir Harianlampung.

Terpisah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Bandar Lampung Yusran Effendi, menjelaskan, perbedaan NJOP antara Jalan Ki Maja dan Jalan Ratu Dibalau disebabkan sejumlah faktor. Ia mengaku tidak hafal sepenuhnya parameter penerapan NJOP. 

“Sebenarnya yang lebih paham detailnya ini staf ahli, tapi secara garis umum, NJOP ditentukan lima faktor yaitu pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk, akses, dan pertumbuhan objek pajak baru infastruktur di zona tersebut," ujarnya. Kadispenda menjelaskan, untuk Zona NJOP Way Halim (termasuk Ki Maja) kelima hal tersebut lebih unggul jika dibandingkan dengan Zona NJOP Tanjung Senang (Ratu Dibalau).  

“Akibatnya harga NJOP antar-kedua zona tersebut berbeda. Kalau kita lihat, Ki Maja itu daerahnya lebih mapan dari segi ekonomi dan infrastruktur, aksesnya lebih dekat ke pusat kota. Perkembangan keseluruhan juga sudah lebih merata. Di Jalan Ratu Dibalau masih masuk wilayah satelit yang masih berkembang,” papar Yusran. (*)


Post Top Ad