LAMPUNGONLINE – Meski dipisahkan oleh laut atau tepatnya Selat Sunda, hubungan masyarakat Banten di ujung barat Jawa dan Lampung di ujung selatan Sumatera pada masa lampau begitu erat. Sampai sekarang, baik di Banten maupun di Lampung ada semacam enklave yang sebagian besar warganya adalah masyarakat Banten atau Lampung.
Di Bandar Lampung, misalnya, Kampung Kaliawi, Durian Payung, Gedung Pakuon, Kuripan, dan Tanjung Gading, adalah beberapa tempat bermukimnya penduduk yang berasal dari Banten. Sementara itu, di Banten, ada perkampungan masyarakat Lampung, yang akrab disebut Lampung Cikoneng atau Cikoneng, di Kecamatan Anyer, Kabupetan Cilegon, Provinsi Banten. Tepatnya di Jalan Raya Anyer kilometer 128-129.
Pada masa lalu, penduduk Banten bahkan bercocok tanam di Lampung, meski mereka tetap bermukim di Banten. Hingga sekarang, masyarakat Lampung umumnya menyebut makam-makam kuno yang dikeramatkan di daerahnya sebagai makam kiai Banten. Di dekat Pasar Koga, Kedaton, bahkan sebuah bukit memiliki sebutan Gunung Banten, karena ada sebuah makam kiai asal Banten di lerengnya.
Menurut Husin Sayuti, dalam makalahnya yang bertajuk 'Hubungan Lampung dan Banten dalam Perspektif Sejarah', yang dimuat dalam buku Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra, bahwa di Desa Pagar Dewa, sebuah desa di pedalaman Lampung di hulu tepi Sungai Tulang Bawang, ada makam kuno kiai Banten yang dikeramatkan. Ada pula yang mengatakan kampung itu adalah pusat Kerajaan Tulang Bawang yang telah menganut ajaran Islam.
Kerajaan Tulang Bawang di Lampung berdiri pada abad kelima sampai abad ketujuh. Tapi, hingga kini, sisa-sisa pusat kerajaannya masih belum ditemukan, seperti dilansir Pribuminews, Minggu (01/2/2015).
Pada masa Kesultanan Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa, Lampung memang menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Banten. Namun, ketika Sultan Ageng Tirtayasa terpaksa berperang dengan anak kandungnya yang dibantu Belanda (VOC), Sultan Haji, tahun 1682, Lampung terpaksa dilepas oleh Sultan Ageng dan kemudian dikuasai oleh VOC (Belanda). Namun, hubungan masyarakatnya tetap terjalin. Apalagi, orang Lampung pada masa lampau menganggap Banten sebagai tempat yang baik untuk menuntut ilmu.
Permulaan masuknya pengaruh Banten di Lampung dapat dibaca lewat piagam tembaga yang ditemukan di rumah kediaman kerabat Raden Inten di Kampung Kuripan. Isi piagam yang dibuat pada masa Kesultanan Banten dipimpin Sultan Hasanudin itu berupa perjanjian persahabatan antara Kesultanan Banten dan Keratuan Darah Putih (Lampung), yang dipimpin Ratu Darah Putih. Sultan Hasanudin dari Ratu Darah Putih sama-sama anak dari Fatahillah, namun berlainan ibu.
Pada Dalung Kuripan (Prasasti Kuripan) juga dinyatakan bagaimana eratnya hubungan masyarakat Banten dan Lampung. Pada prasasti tersebut antara lain tertulis, 'Lamun ana musuh Banten, Lampung pangarep Banten tut wuri. Lamun ana musuh Lampung, Banten pangarep Lampung tut wuri… (Jika ada musuh Banten, Lampung yang akan menghadapi dan Banten mengikuti. Dan jika ada musuh Lampung, Banten yang akan menghadapi dan Lampung mengikuti…).” (*)