Musibah AirAsia, Dunia Kecam Pemberitaan TV Indonesia - MEDIA ONLINE

Hot

Thursday, January 1, 2015

Musibah AirAsia, Dunia Kecam Pemberitaan TV Indonesia

TvOne tayangkan jasad korban kecelakaan AirAsia QZ8501 setelah diblur. (ist)
JAKARTA - Dunia internasional protes atas pemberitaan media televisi Indonesia terkait kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Protes ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Publik Indonesia selama ini sudah sangat muak dengan pemberitaan televisi-televisi di Indonesia yang vulgar. Syukurlah, ternyata kemuakan publik yang dibiarkan saja oleh pemerintah, mendapat sorotan media internasional.

Harian terkemuka Amerika Serikat, The Washington Post, ikut mengecam penayangan jasad korban AirAsia QZ8501 yang mengambang di atas laut. Akibat tayangan itu, keluarga yang melihat siaran tersebut menjerit histeris hingga pingsan.

"Di bandara, berlokasi sekitar 400 mil di tenggara Jakarta, seluruh keluarga menyaksikan salah satu TV yang memperlihatkan tim pencari berseragam oranye sedang turun dari helikopter. Tanpa peringatan, keluarga menyaksikan tayangan selanjutnya: jenazah mengambang di air. Tanpa pakaian, dan hanya mengenakan pakaian dalam warna hitam," demikian The Washington Post, Rabu (31/12/2014).

Padahal, keluarga dari 162 orang penumpang masih menunggu kabar baik dari proses pencarian pesawat yang hilang. Tayangan itu membuat mereka menangis, bahkan beberapa di antaranya pingsan.

Seorang karyawan wanita AirAsia langsung menghujat salah satu TV yang menayangkan jasad mengambang, bersama 200 jurnalis yang ikut melihat secara langsung proses evakuasi tersebut.

"Apakah mungkin Anda tidak menayangkan gambar jenazah? Tolong jangan tayangkan gambar jenazah, itu gila," keluhnya saat itu.

Tak hanya itu, kritikan juga disampaikan Harian Inggris The Independent. Tayangan tersebut dianggapnya menyakiti perasaan keluarga yang tengah menantikan kabar terbaru.

"TV berita Indonesia, menayangkan gambar kru penyelamat usai menemukan petunjuk dan jasad di Laut Jawa, dekat perairan Kalimantan, pada layar terpisah juga menayangkan langsung reaksi keluarga dari para penumpang," demikian The Independent.

Harian ini lantas merujuk sejumlah kecaman yang beredar lewat media sosial, khususnya Twitter. Salah satunya akun bernama @alicebudi, seperti dilansir sp.beritasatu.com.

"Sangat sulit mendengar teriakan dan tangisan keluarga. Mereka sudah menunggu sebuah keajaiban, tapi terpaksa menyaksikan berita yang terburuk," tulis Alice Budisatrijo.

Menyalahi Etika

Sementara itu, media Australia, ABCNews menulis dengan judul “KPI Tegur Keras TV Indonesia atas Pemberitaan Tragedi Air Asia.”

Media itu menulis, sejak pesawat Air Asia QZ8501 dinyatakan hilang kontak, sejumlah TV lokal Indonesia tak henti-henti menayangkan update pencarian dan kondisi keluarga korban. Beberapa materi tayangan mereka ternyata mendapat kecaman dari Komisi Penyiaran Indonesia.

Pada Selasa (30/12) atau hari ketiga pasca kejadian, pencarian atas pesawat Air Asia yang hilang kontak di wilayah perairan Kalimantan, akhirnya menemui titik terang. Tim Badan SAR Nasional (Basarnas) Indonesia beserta personel gabungan lainnya mendeteksi adanya puing-puing pesawat di lautan lepas.

Dalam konferansi persnya di Jakarta, Kepala Basarnas, FHB Soelistyo menguraikan, penemuan pertama terjadi pada pukul 08.00 WIB (30/12) di saat pesawat C-295 TNI AU menemukan benda berwarna putih. Kemudian pada pukul 11.07 WIB, pesawat Hercules TNI AU juga melaporkan temuan lempengan logam. Sekitar 2.5 jam setelahnya, salah satu jasad penumpang-pun ditemukan.
 
Segera setelah informasi penemuan jasad tersebar, sejumlah TV lokal Indonesia berlomba-lomba menayangkan gambar anggota tim SAR yang berusaha mengevakuasi jasad penumpang yang mengapung.

Salah satu TV Indonesia berlogo merah, awalnya, bahkan menayangkan gambar proses evakuasi dengan mayat mengapung itu tanpa proses edit sama sekali. Hal ini sontak memancing reaksi keras publik. Di media sosial Twitter, banyak pihak ramai berkomentar atas penayangan tersebut.

Komentar pedas tak hanya datang dari publik lokal, warga dan media asing-pun turut melayangkan kecaman mereka. TV lokal Indonesia dinilai menyalahi etika jurnalisme.

Publik juga tampak mengomentari strategi peliputan bencana yang dilakukan sejumlah TV lokal. Mereka mencoba membandingkannya dengan peliputan media asing yang hadir di Bandara Juanda, Surabaya; Belitung Timur, Kepulauan Riau; serta Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Bahkan, ada pula yang mencoba menyapa anggota Dewan lewat Twitter dan berkeluh kesah atas penayangan media lokal. (*)

Post Top Ad