Toto Herwantoko |
LAMPUNG -
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswanamigas) Lampung
menilai tiga aturan baru pengendalian bahan bakar minyak (BBM) subsidi
yang dikeluarkan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH
Migas) belum berpengaruh terhadap Lampung.
Aturan
pertama, penghapusan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai berlaku 1
Agustus 2014. Kedua, aturan pelarangan penjualan BBM subsidi jenis
premium di seluruh SPBU jalan tol Indonesia pada 6 Agustus.
Ketiga
ada pembatasan pembelian solar hanya berlaku pada 06.00-18.00
(Pagi-Sore) di wilayah tertentu yang rawan terjadi tindak kriminal.
Sedangkan di malam hari tak ada penjualan solar bersubsidi mulai
18.00-06.00, yang berlaku mulai 4 Agustus.
Menurut
Ketua Hiswanamigas Lampung, Toto Herwantoko, tiga aturan tersebut jika
dikaitkan dengan subsidi solar di Lampung belum berlaku. Itu karena,
aturan pertama diterapkan di Jakarta Pusat saja.
"Aturan
kedua SPBU jalan tol, di sini (Lampung) kan tidak ada jalan tol. Begitu
juga aturan ketiga untuk beli solar dari enam pagi sampai enam sore
untuk daerah rawan kriminal. Dari pusat memandang Lampung tidak termasuk
rawan kriminal. Aturan tersebut rencananya berlaku di Babel (Bangka
Belitung) dan Sumsel (Sumatera Selatan)," ujarnya, seperti dilansir tribunlampung.co.id, Jumat (1/8/2014).
Pemerintah
akan mulai membatasi konsumsi BBM di sejumlah wilayah Indonesia per 1
Agustus. BBM jenis premium akan ditiadakan di SPBU di jalan tol.
"Per
1 Agustus menghapus layanan minyak solar di wilayah Jakarta Pusat.
Kemudian pada 6 Agustus, dengan koordinasi bersama pemda (SKPD), volume
minyak solar untuk nelayan bisa ditekan sebesar 20 persen. Sejalan
dengan itu, pada 6 Agustus, layanan premium di tol juga dihilangkan,"
kata perwakilan Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH
Migas), Ibrahim Hasyim, seperti dikutip dari bphmigas.go.id.
Ibrahim
mengatakan, sejumlah pengendalian diterapkan pemerintah untuk menjaga
agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol pada tahun ini.
"Pengendalian
merupakan respons dari penetapan kuota BBM bersubsidi dalam APBN-P 2014
yang turun dari 48 juta kiloliter (KL) menjadi 46 juta KL," lanjut
Ibrahim.
Sebagaimana
diketahui, APBN-P 2014 sudah "menggembok" bahwa volume BBM bersubsidi
tidak boleh lebih dari kuota. Oleh karena itu, dalam rangka
pengendalian, BPH Migas juga telah merevisi kuota kabupaten/kota.
Ibrahim
menegaskan, surat edaran yang menjadi payung hukum terkait hal ini
telah disampaikan kepada badan usaha dan instansi terkait dan sudah
melalui pembahasan intensif dengan Kementerian ESDM, Kementerian
Keuangan, dan Pertamina.
"Apabila
ada badan usaha menjual minyak solar dan premium melebihi dari 46 juta
kiloliter, maka subsidinya tidak akan dibayarkan pemerintah," sebut
Ibrahim.