Eno Parihah semasa hidup (kanan) dan pelaku (kiri). | foto: ist |
MEDIA ONLINE -
Masih ingat dengan kasus pembunuhan terhadap Eno Parihah, karyawati
pabrik di Tangerang, yang tewas dengan kemaluan ditusuk gagang cangkul
belum lama ini? Seorang terdakwa kasus pemerkosaan disertai pembunuhan
sadis, RAL (16), divonis 10 tahun penjara, dalam sidang putusan di
Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis (16/6/2016).
Majelis hakim menilai RAL secara sah dan meyakinkan terlibat dalam aksi pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Eno, yang tewas mengenaskan dengan kemaluan ditusuk gagang cangkul. Ketua majelis hakim RA Suharni mengenakan hukuman maksimal bagi terdakwa yang merupakan anak di bawah umur itu.
Majelis hakim menilai RAL secara sah dan meyakinkan terlibat dalam aksi pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Eno, yang tewas mengenaskan dengan kemaluan ditusuk gagang cangkul. Ketua majelis hakim RA Suharni mengenakan hukuman maksimal bagi terdakwa yang merupakan anak di bawah umur itu.
"Menjatuhkan vonis 10 tahun penjara," kata ketua majelis hakim RA Suharni.
Dalam sidang itu majelis hakim mengungkap, tidak ada hal yang meringankan untuk RAL. Pasalnya, perbuatan RAL tergolong sadis, tidak menunjukkan rasa penyesalan, dan RAL memberi keterangan berbelit-belit.
Sementara dasar hakim menjatuhkan vonis 10 tahun, karena sesuai undang-undang, hukuman terberat bagi anak di bawah umur adalah 10 tahun penjara. Vonis hakim ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum dalam sidang sebelumnya.
RA divonis bersalah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana sebagai pasal Primer dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Sementara itu, terdakwa RAL memutuskan untuk banding atas putusan maksimal tersebut.
"Banding bu," ujar RA saat ditanya apakah dia menerima putusan hakim.
Sementara itu ibu Enno, Mahfudoh mengaku kurang puas dengan putusan hakim. "Manusia seperti itu harusnya dihukum mati," ujarnya.
Kuasa hukum RAL, terdakwa pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap Eno Parihah, tidak terima dengan putusan majelis hakim 10 tahun penjara. Atas putusan tersebut, kuasa hukum berencana melapor ke Komisi Yudisial.
“Kami akan terus banding, karena saya yakin RAL tidak bersalah. Dalam hal ini saya akan melakukan laporan kepada Komisi Yudisial, karena proses peradilan ini tidak ramah anak,” kata kuasa hukum RAL, Alfan Sari di PN Tangerang, seperti dilansir Okezone.
Selain Komisi Yudisial, pihaknya juga akan mengadu ke Mabes Polri. Alasannya, penangkapan terhadap RAL, tidak sesuai dengan prosedur. Pihaknya juga akan melayangkan surat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Kami akan melayangkan surat ke Mabes Polri juga. Termasuk ke KPAI, karena dalam hal ini RAL tidak pernah didampingi apalagi diperhatikan. Apakah karena RAL pelaku jadi tidak berhak mendapat perhatian?” tegasnya.
Sementara atas vonis 10 tahun, langkah hukum selanjutnya adalah banding. Dia berkeyakinan kliennya tidak terlibat dalam pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap Eno Parihah beberapa waktu lalu.
“Banyak yang janggal dalam sidang vonis kali ini. Maka dari itu materi banding yang akan kami berikan adalah surat perintah penangkapan dan juga keterangan saksi. Tidak hanya itu, perjalanan sidang terhadap RAL jelas tidak ramah anak,” tegasnya.
Pembunuhan terhadap Eno sendiri terbilang sadis. Dia ditemukan tewas di kamar mesnya dengan kondisi tanpa busana dan di kemaluannya tertancap gagang cangkul. Polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka lainnya belum menjalani persidangan. (*)
Dalam sidang itu majelis hakim mengungkap, tidak ada hal yang meringankan untuk RAL. Pasalnya, perbuatan RAL tergolong sadis, tidak menunjukkan rasa penyesalan, dan RAL memberi keterangan berbelit-belit.
Sementara dasar hakim menjatuhkan vonis 10 tahun, karena sesuai undang-undang, hukuman terberat bagi anak di bawah umur adalah 10 tahun penjara. Vonis hakim ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum dalam sidang sebelumnya.
RA divonis bersalah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana sebagai pasal Primer dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Sementara itu, terdakwa RAL memutuskan untuk banding atas putusan maksimal tersebut.
"Banding bu," ujar RA saat ditanya apakah dia menerima putusan hakim.
Sementara itu ibu Enno, Mahfudoh mengaku kurang puas dengan putusan hakim. "Manusia seperti itu harusnya dihukum mati," ujarnya.
Kuasa hukum RAL, terdakwa pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap Eno Parihah, tidak terima dengan putusan majelis hakim 10 tahun penjara. Atas putusan tersebut, kuasa hukum berencana melapor ke Komisi Yudisial.
“Kami akan terus banding, karena saya yakin RAL tidak bersalah. Dalam hal ini saya akan melakukan laporan kepada Komisi Yudisial, karena proses peradilan ini tidak ramah anak,” kata kuasa hukum RAL, Alfan Sari di PN Tangerang, seperti dilansir Okezone.
Selain Komisi Yudisial, pihaknya juga akan mengadu ke Mabes Polri. Alasannya, penangkapan terhadap RAL, tidak sesuai dengan prosedur. Pihaknya juga akan melayangkan surat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Kami akan melayangkan surat ke Mabes Polri juga. Termasuk ke KPAI, karena dalam hal ini RAL tidak pernah didampingi apalagi diperhatikan. Apakah karena RAL pelaku jadi tidak berhak mendapat perhatian?” tegasnya.
Sementara atas vonis 10 tahun, langkah hukum selanjutnya adalah banding. Dia berkeyakinan kliennya tidak terlibat dalam pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap Eno Parihah beberapa waktu lalu.
“Banyak yang janggal dalam sidang vonis kali ini. Maka dari itu materi banding yang akan kami berikan adalah surat perintah penangkapan dan juga keterangan saksi. Tidak hanya itu, perjalanan sidang terhadap RAL jelas tidak ramah anak,” tegasnya.
Pembunuhan terhadap Eno sendiri terbilang sadis. Dia ditemukan tewas di kamar mesnya dengan kondisi tanpa busana dan di kemaluannya tertancap gagang cangkul. Polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka lainnya belum menjalani persidangan. (*)