BANDAR LAMPUNG - Setelah Januari 2015 mengalami deflasi (suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah), pada Februari 2015, Kota Bandar Lampung kembali mengalami deflasi sebesar 0,29 persen. Ada tiga kelompok pengeluaran yang memberikan andil deflasi di Kota Bandar Lampung, yaitu kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang memberikan andil deflasi sebesar 0,30 persen.
Lalu kelompok bahan makanan sebesar 0,22 persen serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,01 persen. Sementara empat kelompok lainnya menahan laju deflasi yaitu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil inflasi sebesar 0,11 persen; kelompok sandang sebesar 0,07 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,04 persen; dan kelompok kesehatan sebesar 0,02 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Adhi Wiriana dalam keterangan pers, Senin (2/3/2015) menjelaskan, deflasi Kota Bandar Lampung pada Februari 2015 masih tergolong rendah jika dibandingkan beberapa kota lainnya, yang diamati perkembangan harganya. Deflasi tersebut masih tertahan karena adanya beberapa komoditas yang mengalami inflasi.
"Beberapa komoditi yang dominan memberikan andil deflasi diantaranya bensin, cabe merah, cabe rawit, jeruk, daging ayam ras, telur ayam ras, kangkung, cabe hijau, semen, cumi-cumi segar, dan bayam," jelas Adhi Wiriana, seperti dilansir RRI.
Ditambahkan, deflasi Kota Bandar Lampung menempati peringkat ke-22 dari 82 kota yang diamati perkembangan harganya. Dari 82 kota, 70 kota mengalami deflasi dan 12 kota mengalami inflasi.
"Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 3,20 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Manokwari sebesar 0,04 persen. Deflasi tertinggi dialami Bukittinggi sebesar 2,35 persen, dan deflasi terendah dialami Jayapura sebesar 0,04 persen," terang Adhi. (*)